KATA
PENGANTAR
Puji syukur
penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas
izin-Nya sehingga makalah yang berjudul “ KORUPSI
DALAM SISTEM ANGGARAN DI INDONESIA” dapat
diselesaikan dengan baik. Tidak lupa pula salawat dan salam kami haturkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW karena sampai saat ini kita dapat mengenal
Islam dan lebih esensialnya kita dapat mengenal Allah SWT yang
memberikan kita akal dan pikiran untuk berpikir dan bertindak.
Terima
kasih pula Penulis haturkan kepada Dosen Pembimbing mata kuliah Kapita Selekta Pemerintahan atas bimbingan dan
tuntunannya sehingga Penulis mampu mengerti penyusunan makalah ini dengan baik.
Pola penyajian materi dalam makalah ini disesuaikan
dengan beberapa sumber yang penulis dapat sebagai pelengkap pembahasannya.
Namun sebagai manusia yang tidak luput dari khilaf dan salah, penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat harapkan sebagai bentuk pembelajaran kepada penulis untuk
menyempurnakan makalah ini ke depan.
Makassar, Maret 2013
PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa
ini korupsi sudah menjadi masalah yang sangat kompleks di negara kita. Dihampir
seluruh lembaga baik itu eksekutif dalam hal ini pemerintah, legislatif yang
lebih dikenal dengan istilah wakil rakyat ( DPR atau DPRD ), yudikatif sebagai
lembaga penegakan hukum maupun swasta korupsi sudah sering terdengar adanya
praktek korupsi. Bahkan praktek korupsi baik secara sembunyi-sembunyi maupun
terang-terangan ini dilaksanakan oleh berbagai kalangan mulai dari atasan
bahkan sampai bawahan atau mulai dari tingat pemerintah yang peling tertinggi
sampai dengan tingkatan pemerintahan yang paling rendah sekalipun.
Berbagai
media sering menyiarkan masalah korupsi baik media cetak maupun elektronik,
dimana hal ini menggambarkan korupsi sepertinya sudah menjadi hal yang lumrah
atau biasa. Upaya-upaya untuk pemberantasan korupsi pun sudah sering dilakukan
baik melalui penegakkan aturan, pemberian sanksi bahkan penerbitan
aturan-aturan baru yang kesemuanya itu dalam rangka memberatas korupsi namun,
sampai saat ini masalah korupsi tetap menjadi hal yang paling sulit di
minimalisir apalagi untuk diberantas.
Selama
ini Perang sengit yang digenjarkan pasca reformasi belum mampu memberikan
kemenangan atas masalah korupsi yang ternyata sudah melilit Indonesia sangat
kuat. Perang ini sangat penting dilakukan karena seperti yang dikatakan oleh
Kwik Kian Gie pernah mengatakan “KKN is
the root of evil”. Korupsi tidak hanya sebatas pada usaha untuk memperkaya
diri sendiri atau orang lain yang mengakibatkan kerugian keuangan Negara.
Korupsi menjadi akar masalah moral, etika, mental, tata nilai dan cara berpikir
yang melandasi tindak kejahatan manusia.
Dalam
UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Di dalam
pasal tersebut dijelaskan mengenai beberapa tindakan yang dapat digolongkan
sebagai tindak pidana korupsi yaitu:
a. Kerugian
keuangan negara
b. Suap-menyuap
c. Penggelapan
dalam jabatan
d. Pemerasan
e. Perbuatan curang
f. Benturan kepentingan dalam pengadaan
g. Gratifikasi
Selain
itu dalam UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 juga menjelaskan
mengenai beberapa tindakan yang dapat digolongkan sebagai tindak pidana
korupsi, yaitu:
a. Merintangi
proses pemeriksaan perkara korupsi
b. Tidak
memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar
c. Bank
yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka
d. Saksi
atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu
e. Orang
yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberikan
keterangan palsu
f. Saksi
yang membuka identitas pelapor.
Masih
ada beberapa pasal yang menjelaskan mengenai korupsi, yaitu pasal 2 UU No. 31
Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 mengenai tindakan melawan hukum untuk
memperkaya diri, Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001tentang
penyalahgunaan wewenang, Pasal 5 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20
Tahun 2001 tentang menyuap pegawai negeri, Pasal 7 ayat (1) UU No. 31 Tahun
1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang pemborong berbuat curang dan masih banyak
pasal lainnya.
Satu
hal yang bisa diamati dari undang-undang diatas adalah korupsi berkembang
sedemikian rupa sehingga muncul berbagai undang-undang yang mampu menjelaskan
mengenai tindak pidana tersebut lebih detail. Dengan munculnya berbagai macam
undang-undang tersebut, kita juga dapat menyimpulkan bahwa korupsi masih
menjadi permasalahan utama Indonesia, penegakan hukum terhadap tindak pidana
korupsi masih belum sempurna dan cara korupsi di Indonesia berkembang
sedemikian rupa.
Dalam
makalah yang sederhana ini kami sebagai penulis akan membahas mengenai korupsi
dalam sistem anggaran di Indonesia. Seperti yang kita ketahui bersama, indeks
korupsi di Indonesia masih menempatkan lembaga-lembaga negara berada di
peringkat atas lembaga korup di Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan
penjelasan latar belngkang di atas, maka kami merumusakan beberapa rumusan
masalah yang mana nantinya akan dibahas dalam bab berikutnya :
1. Bagamana
perkembangan korupsi yang ada di Indonesia ?
2. Bagaimana
korupsi yang menggrogoti sistem anggaran di Indonesia ?
3. Bagaimana
strategi yang dilakukan dalam menanggulangi korupsi diIndonesia ?
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah yang sederhana ini, yaitu diharapkan mampu
memberikan gambaran tentang :
1. Perkembangan
korupsi yang ada di Indonesia
2. Korupsi
yang menggrogoti sistem anggaran di Indonesia
3. Strategi
yang dilakukan dalam menanggulangi korupsi diIndonesia
1.4. Manfaat Penulisan
Hasil
dari penulisan makalah yang sangat sederhani ini, nantinya diharapkan
memberikan manfaat. Dimana manfaat yang diharapkan yaitu sebagai pemenuhan
tugas mata kuliah Kapita Selekta Pemerintahan.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Pengertian Korupsi
Berbicara
tentang korupsi, sudah tidak sedikit pakar yang menjelaskan pengertian dari
korupsi itu sendiri.
Baharuddin
Lopa salah seorang mantan Ketua Mahkama Agung menyatakan bahwa korupsi
merupakan Suatu tindak pidana yang berhubungan dengan perbuatan penyuapan dan
manipulasi serta perbuatan-perbuatan lain yang merugikan dan atau dapat
merugikan keuangan atau perekonomian negara, merugikan kesejahteraan dan
kehidupan rakyat. Sementara menurut Indriarto Seto Adji korupsi adalah suatu
tindakan yang tidak melawan hukum tetapi menyalagunakan wewenang, kesempatan
atau sarana yang ada padanya untuk tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
lain yang merugikan keuangan atau perekonomian negara.
Kartono (1983) memberi batasan
korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna
mengeduk keuntungan pribadi,merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi
merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan
pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan
wewenang dan kekuatan-kekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan
kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.
Wertheim (dalam Lubis, 1970) :
menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia
menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil
keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang
yang menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi.
Mc Mullan (1961) menyatakan bahwa
korupsi adalah ketidak efisienan, ketidak adilan ,rakyat tidak mempercayai
pemerintah, memboroskan sumber-sumber negara, tidak mendorong perusahaan untuk
berusaha terutama perusahaan asing, ketidak stabilan politik, pembatasan dalam
kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif. A.S.
Hornby cs (The Advanced Leaner’s Dictionary of Current English, Oxford
University Press, London, 1963, hlm. 218) : menerjemahkan kata corruption (korupsi)
sebagai “the offering and accepting of bribes” (penawaran/pemberian dan
penerimaan suap) disamping diartikan juga sebagai “decay” yaitu kebusukan/kerusakan.
The Lexicon Webster Dictionary, 1917, hlm, 229 : Asal kata korupsi berasal dari
kata “corruptus” atau “corruptio” yang menurutnya antara lain berarti “moral
perversion” (kerusakan moral).
2.2. Landasan Teori Yuridis
Menurut
UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk/jenis
tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci
mengenai perbuatan yang bisa dikenakan sanksi pidana karena korupsi.
Ketigapuluh
bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
1. Kerugian
keuangan negara
2. Suap-menyuap
3. Penggelapan
dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan
curang
6. Benturan
kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi
Menurut
Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeruk keuntungan pribadi, merugikan
kepentingan umum dan negara.
BAB III
PEMBAHASAN
Pembahasan
mengenai sistem anggaran sangat krusial karena menjadi pintu pertama dalam
melakukan korupsi. Sistem anggaran akan menjadi suatu hal yang tidak hanya
bersifat teknis terkait dengan alokasi dana ke tiap kementerian atau departemen
dibawahnya, tetapi juga bersifat politis. Motif-motif politik inilah yang
kadang memicu tindakan korupsi.
Sistem
anggaran menjadi proses bagi penentuan program atau kebijakan yang akan
dilakukan pemerintah selama satu periode. Apabila proses ini tidak dijalankan
dengan benar, maka kita akan menyaksikan praktik korupsi elite dari penggunaan
angaran negara yang sampai hari ini masih marak dilakukan.
3.1. Perkembangan Korupsi di
Indonesia
Berbicara
tentang perkembangan korupsi di Indonesia kita tidak boleh kecewa dengan
perkembangan yang dicapai oleh Indonesia. Indeks korupsi yang dikeluarkan tahun
2005 Indonesia berada di posisi 137,
sedangkan pada tahun 2010 Indonesia berada pada posisi 110 di dunia. Jauh
dibelakang jika dibandingkan dengan negara Malaysia yang berada diurutan 56.
Kenaikan 27 peringkat
dalam 5 tahun terkahir ini bukan merupakan suatu prestasi bagus bagi Indonesia.
Bahkan dalam kurun 5 tahun terkahir indeks prestasi Indonesia mengalami
fluktuasi karena terdapat berbagai kasus seperti kriminalisasi ketua KPK, kasus
korupsi dalam pemilihan Deputi Gubernur BI pada masa Miranda S Geoltum yang tak
kunjung usai.
Korupsi tidak hanya
menjangkiti kaum elite saja, epidemi ini sudah mewabah sampai ke kalangan
masyarakat bawah. Berdasarkan global
corruption barometer pada tahun 2009 menyebutkan bahwa terdapat petty bribery yang dilakukan oleh
masyarakat yaitu sekitar 23% - 49%. Pada tahu 2010 petty bribery yang dilakukan oleh masyarakat turun menjadi 6% -
19.9%.
Global
corruption barometer 2010, hlm 3 “Experience of petty bribery is widespread and
has remained unchanged as compared to 2006. The police is identifed as the most
frequent recipient of bribes in the past 12 months. The police also has the
biggest increase in bribery incidents over time, according to the general
public surveyed. In eight out of nine services assessed, people in lower income
brackets are more likely to pay bribes than people in higher income brackets.
The reason most often given for paying a bribe is ‘to avoid a problem with the
authorities”
Seperti
yang dikutip dalam paragraf diatas, masyarakat melakukan korupsi karena
terjebak dalam sebuah system yang membuatnya korup. Hal ini sangat berbahaya
karena masyarakat memiliki fungsi pengawasan atas kinerja pemerintah. Jika
masyarakat sendiri sudah terbiasa dengan korupsi, maka kontrol masyarakat
terhadap pemerintah akan menjadi lemah.
Disisi
lain DPR sebagai lembaga legislatif dan representasi rakyat Indonesia seakan
juga tidak berdaya dengan badai korupsi yang dialami oleh Indonesia. Bahkan
lembaga legislasi ini menjadi lembaga paling korup di Indonesia berdasarkan
global corruption barometer pada tahun 2010. Barometer tersebut menunjukkan
bahwa pengawasan korupsi dalam kinerja pemerintah sangat lemah.
Dibalik
kasus-kasus korupsi diatas ada sebuah korupsi yang jauh lebih besar cakupannya.
Di dalam buku “Selamatkan Indonesia”
karangan Amien Rais dikenal sebuah istilah state
capture corruption atau state hijack
corruption yang berarti penaklukan sebuah negara oleh korporasi-korporasi
besar.
Di
dalam buku “confession of economic hitman”
karangan John Perkins kita mengenal berbagai cara yang dilakukan korporasi
besar untuk menaklukan suatu negara yaitu melalui kekerasan seperti yang
terjadi di Irak dan Afganistan dimana George Bush pada waktu itu dijadikan
ujung tombak untuk menuruti keinginan korporasi besar dunia dengan berbagai
dalihnya melawan teroris atau menciptkan dmeokrasi dunia.
Cara
yang kedua dilakukan dengan memberikan tekanan sebagaimana yang dihadapi oleh
negara-negara latin seperti Venezuela, Kuba, Meksiko dan Kolumbia. Tekanan yang
diberikan berupa embargo maupun serangan politik kenegara tersebut.
Cara
yang ketiga adalah penyanderaan ekonomi suatu negara atau yang dikenal sebagai
state hijack corruption. Indonesia termasuk dalam golongan ini karena kekuatan
ekonomi negara saat ini dikuasai oleh korporasi besar dan negara dibuat tunduk
oleh kekuatan tersebut. Korupsi yang dilakukan adalah penyalah gunaan wewenang
negara bagi kepentingan korporasi besar tersebut.
Korupsi
jenis ini melibatkan kalangan elite politik (white collar corruption) yang sangat merugikan rakyat. Praktik
korupsi ini sangat sulit untuk diidentifikasi dan diusut. Sebuah kekuatan besar
berada dibaliknya dan memegang kendali atas kebijakan negara yang berdampak
pada anggaran negara, program negara dan tujuan Indonesia.
3.2. Korupsi yang menggrogoti
sistem anggaran di Indonesia
Pada setiap awal periode
tahun, pemerintah kita disibukkan dengan pembuatan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara atau yang dikenal sebagai APBN. Tujuan dari pembuatan APBN
adalah untuk mengalokasikan keuangan negara bagi kesejahteraan rakyatnya.
Setiap periode dimulai
dari 1 Januari hingga 31 Desember, yang meliputi proses penyusunan, pembahasan
dan pengesahan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban. Pemerintah selaku lembaga
eksekutif adalah penyusun, pelaksana dan pertangungjawaban APBN, sedangkan
proses pembahasan, pengesahan dan penerima pertanggungjawaban dilakukan oleh
DPR selaku badan legislatif negara.
Sistem anggaran
Indonesia diatur dalam UU No 17 Tahun 2003. Sistem anggaran yang dipakai adalah
system anggaran berbasis kinerja. Sebelum diundangkannya undang-undang tersebut
Indonesia masih menggunakan sistem anggaran tradisional. Sistem yang digunakan
adalah sistem peninggalan Belanda, seperti Indische
Comptabiliteitswet yang diterapkan tahun 1864-1867, Reglement voor het
Administratief Beheer pada
tahun 1933.
Sistem anggaran diatas
masih tradisional karena tidak mempertimbangkan value for money. Selain itu sistem anggaran tradisional tidak
memiliki tolak ukur dalam pengukuran kinerjanya.
Dengan menggunakan
sistem anggaran berbasis kinerja diharapkan menjadi solusi atas kelemahan dari
sistem anggaran tradisional. Dengan menggunakan sistem berbasis kinerja maka
penyusunan anggaran akan memperhatikan konsep value money, efektivitas anggaran dan pengawasan atas kinerja
output.
Sistem anggaran berbasis
kinerja ini akan mendorong pemerintah untuk menggunakan dana secara ekonomis
dan terdapat sistem pengawasan melalui penerapan internal cost awareness, audit
keuangan, audit kinerja dan evaluasi kinerja eksternal.
Sebagai contoh dan baru
saja hangat masih diperbincangkan terkait dengan korupsi anggaran adalah kasus
yang melibatkan Susno Duadji. Di dalam keterangan persnya Susno mengatakan
bahwa banyak kasus pengadaan barang dan jasa di lingkup Polri yang rawan
penyelewengan dana. Kasus-kasus itu antara lain pengadaan Jaringan Komunikasi
PJR, pengadaan alat penyadapan, pengadaan kapal, pengadaan pesawat, kasus pengadaan
IT, serta pengadaan alat pengendali huru-hara.
Tidak hanya permaslaah
polisi saja, korupsi juga menggerogoti sector pendidikan yang seharusnya
mencerdaskan bangsa. Pada tahun 2009, KPK melakukan penyelidikan mengenai
penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah.
Seperti yang dijelaskan
secara singkat diatas, penyusunan APBN tidak hanya semata-mata bersifat teknis
saja tetapi juga politis. Terdapat berbagai macam lobi dalam proses penyusunan
tersebut yang secara nyata adalah pertarungan perebutan kekuasaan kaum elite.
Dalam rezim
pemerintahan yang sarat
dengan KKN, karakteristik
yang berkaitan dengan
tujuan untuk melakukan
kontrol keuangan, seringkali
dilaksanakan hanya sebatas
aspek administratifnya saja.
Hal ini mungkin untuk dilakukan
karena ditunjang oleh karakteristik lainnya yaitu sangat berorientasi pada
input organisasi.
Dengan demikian
sistem anggaran tidak memberikan informasi
tentang kinerja, sehingga
sangat sulit untuk melakukan kontrol kinerja. Kelemahan
lainnya terkait dengan
karakteristik penetapan anggaran dengan pendekatan
incremental, yaitu
menetapkan rencana anggaran
dengan cara menaikkan jumlah tertentu
pada jumlah anggaran
yang lalu atau
sedang berjalan. Melalui pendekatan
ini, analisis yang
mendalam tentang tingkat keberhasilan setiap
program tidak dilakukan.
Akibatnya adalah
tidak tersedia informasi
yang logis dan rasional tentang rencana alokasi anggaran tahun yang
akan datang. Siapa
atau unit mana
mendapat berapa sering
kali didasarkan pada catatan historis
semata dan tidak berorientasi pada tujuan organisasi.
Kelemahan lainnya
terkait dengan penggunaan
“kemampuan menghabiskan anggaran” sebagai indikator keberhasilan. Apa
yang sering terjadi dalam
prakteknya adalah perilaku
birokrat yang selalu
berusaha untuk menghabiskan anggaran
tanpa terkait dengan hasil
dan kualitasnya. Tentu
keadaan ini semakin buruk jika dikaitkan dengan karakter birokrat yang
menurut Niskanen cenderung bersifat budget maximizer.
Secara jelas disampaikan
bahwa sistem anggaran kinerja yang diterapkan pemerintah saat ini masih
memiliki kelemahan walau sudah lebih baik jika dibandingkan dengan sistem
anggaran tradisional. Fungsi pengawasan yang digawangi oleh DPR menjadi suatu
hal yang vital karena merupakan filter pertama dalam perumusan APBN dan
sekaligus pelaksanaannya.
Sayangnya motif-motif
politik yang saat membuat proses penyusunan APBN menjadi tidak obyektif telah
mengkhianati amanah rakyat. Sekretariat gabungan yang baru saja muncul
akhir-akhir ini semakin jelas menandakan terjadinya perebutan kekuasaan semata,
bukan perang suci idealism atau perjuangan untuk rakyat Indonesia.
Jika ditelusuri lagi
mungkin kita bisa mendapatkan sebuah fakta bahwa budaya korupsi di tanah air
Indonesia ini dimotori oleh gembong-gembong korporasi dunia yang menguasai
ekonomi Indonesia. Orang-orang yang berada dibalik tirai pemerintahan dan DPR
hanyalah boneka untuk melaksanakan kepentingan mereka.
3.3. Strategi yang dilakukan
dalam menanggulangi korupsi di Indonesia
Sudah
banyak pandangan yang berbicara tentang solusi mengenai masalahan korupsi yang
dihadapi oleh Indonesia. Banyak yang mengusulkan untuk mengganti sistem
anggaran yang saat ini diterapkan di Indonesia.
Terdapat berbagai konsep
sistem anggaran yang dirasa lebih baik dibandingkan dengan sistem anggaran
berbasis kinerja saat ini yaitu Zero Base
Budgeting (ZBB) dan Planning,
Programming, and Budgeting System (PPBS). Dalam sistem ZBB mencoba
melengkapi kelemahan pada sistem anggaran kinerja dengan menghilangkan incerementalism dan line item.
Sedangkan PPBS adalah
sebuah sistem yang menekankan pada alokasi sumber daya berdasarkan analsis
ekonomi. Konsep anggaran ini juga akan menghilangkan ketergantungan pada incerementalism yang kadang membuat
alokasi sumber daya menjadi tidak obyektif.
Kedua
konsep diatas memang dapat dikatakan memiliki kelebihan dari sistem anggaran
berbasis kinerja. Tetapi apakah penggantian sistem anggaran merupakan solusi
jitu terhadap bencana korupsi ini? Menilai implementasi dari sistem anggaran
kinerja saat ini, tentu kita mengetahui bahwa konsep ini belum sepenuhnya
diimplementasikan dengan baik.
Apabila
pemerintah ingin mengubah sistem anggaran yang diterapkan saat ini penulis kira
bukan merupakan suatu hal yang bijak. Penerapan sistem anggaran kinerja yang
lebih mudah jika dibandingkan dengan ZBB dan PPBS belum sempurna, apalagi ingin
menerapkan konsep baru yang lebih kompleks.
Jika
kita mengharapkan kinerja DPR berubah total dan semakin progresif dalam
menjalankan fungsinya sebagai badan legislatif dan pengawas pemerintah. Penulis
kira hal itu hanyalah eutopia belaka. Fenomena politik yang baru saja terjadi
menunjukkan bahwa kualitas anggota DPR jauh dari harapan.
Satu-satunya
solusi untuk memberantas praktik korupsi di Indonesia adalah memberikan
pengawasan yang ketat dan cerdas. Kekuatan yang mampu melawan hegemoni korup
ini adalah rakyat sendiri.
Seperti
yang disampaikan oleh Revrisond Bawsir (1996) korupsi di Indonesia pada
dasarnya berakar pada bertahannya jenis birokrasi patrimonial di negeri ini.
Dalam birokrasi ini, dilakukannya korupsi oleh para birokrat memang sulit
dihindari. Sebab kendali politik terhadap kekuasaan dan birokrasi memang sangat
terbatas. Penyebab lainnya karena sangat kuatnya pengaruh integralisme di dalam
filsafat kenegaraan bangsa ini, sehingga cenderung masih mentabukan sikap
oposisi. Karakteristik negara kita yang merupakan birokrasi patrimonial dan
negara hegemonik tersebut menyebabkan lemahnya fungsi pengawasan, sehingga
merebaklah budaya korupsi itu.
Menurut penulis salah
satu solusi untuk memberangus masalah korupsi di Indonesia adalah pengawasan
oleh masyarakat. Peranan media yang cukup kritis terhadap kebijakan pemerintah
turut berkontribusi pada kepekaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah.
Selanjutnya yang perlu dilakukan adalah membentuk sebuah wadah atau alur
komunikasi antara pemerintah dengan rakyatnya.
Belajar dari revolusi
putih Iran yang menumbangkan rezim Syah Reza. Sebuah perubahan dilakukan oleh
kekuatan rakyat sendiri. Jika kita membandingkan dengan keadaan Indonesia saat
ini, keadaan Iran pada waktu itu tidak jauh berbeda.
Sektor ekonomi Iran dikuasi oleh korporasi
besar sehingga pemerintahannya ibarat boneka kolonial yang tunduk pada
penjajahnya. Saat ini di secara halus, Indonesia pun berada pada cengkeraman
korporasi besar. Keberhasilan revolusi putih Iran, tidak lepas dari bangkitnya
semangat rakyat untuk membenahi tatanan pemerintah yang korup.
Jadi saat ini yang
dibutuhkan Indonesia adalah kebangkitan rakyatnya untuk turut aktif dalam
pengawasan pemerintah. Banyak sekali lembaga-lembaga independen yang mengawal
masalah korupsi di Indonesia. Lembaga tersebutlah yang merupakan wujud dari
kebangkitan rakyat sendiri. Kekuatan lembaga-lembaga independen saat ini masih
kecil karena belum memiliki massa yang besar. Sebuah massa intelektual yang
mempu berpikir secara obyektif dan radikal untuk menghadapi korupsi sistemik
ini.
Jika pemerintah meyakini
bahwa nilai yang diyakini adalah nilai-nilai demokratis, tentu pemerintah akan
membuka jalur komunikasi sinergis yang efektif. Masalah yang dihadapi Indonesia
akan segera tertangani. Iran yang kondisinya jauh lebih parah saja bisa
terlepas dari jeratan itu, apalagi Indonesia.
Kebangkitan rakyat ini
kemudian akan diikuti dengan perubahan-perubahan lainnya. Wakil-wakil rakyat
akan dipilih dengan obeyktif dan pemilu bukan pertarungan elite saja.
BAB IV
PENUTUP
4.1.
KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan
pada bagian pembahasan di atas, maka kami sebagai penulis dalam makalah ini
berkesimpulan bahwa:
1. Korupsi
yang melanda Indonesia saat ini bersifat sistemik. Agenda membarantas korupsi
menjadi hal yang sangat krusial karena tidak hanya merugikan negara secara
material tetapi sudah menggerogoti mental rakyat Indonesia sendiri.
2. APBN
sebagai alat untuk mensejahterakan rakyat disalahgunakan sebagai alat perebutan
kekuasaan kaum elite. Campur tangan asing didalam pemerintahan pun memperburuk
kondisi bangsa ini. Hegemoni yang masih korup ini semakin kuat dengan jubah
demokrasi semu ini.
3. Berbagai konsep
penyusunan anggaran ZBB maupun PPBS yang diakui lebih baik dari konsep anggaran
kinerja yang diterapkan pemerintah saat ini bukan hal yang tepat menurut kami.
Saat ini pemerintah belum mampu mengimplementasikan sistem anggaran kinerja
secara sempurna.
4.2.
SARAN-SARAN
1. solusi untuk memberantas
atau setidaknya meminimalisir praktik korupsi di Indonesia adalah memberikan
pengawasan yang ketat dan cerdas. Kekuatan yang mampu melawan hegemoni korup ini
adalah rakyat sendiri.
2. Kesadaran oleh para
pemangku kekuasaan agar tidak mengambil yang bukan haknya dengan cara
memperkuat kekuatan iman pada diri mereka masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Mardiasmo,
MBA, Ak.(2002). Akuntansi Sektor Publik.
Penerbit Andi: Yogyakarta
Mohammad Amien
Rais.(2008). Agenda Mendesak Bangsa,
Selamatkan Indonesia. PPSK Press: Yogyakarta
Kartono, Kartini. 1983. Pathologi Sosial. CV. Rajawali Press.
Pularjono. 2002. Himpunan Beranotasi Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia 1960-2001. Redaksi tatanusa.
www. transparancy.org