Selasa, 25 Februari 2014

KORUPSI DALAM SISTEM ANGGARAN DI INDONESIA


KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa  atas  izin-Nya sehingga makalah yang berjudul KORUPSI DALAM SISTEM ANGGARAN DI INDONESIA dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa pula salawat dan salam kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW karena sampai saat ini kita dapat mengenal Islam dan lebih esensialnya kita dapat mengenal Allah SWT yang memberikan kita akal dan pikiran untuk berpikir dan bertindak.
            Terima kasih pula Penulis haturkan kepada Dosen Pembimbing mata kuliah Kapita Selekta Pemerintahan atas bimbingan dan tuntunannya sehingga Penulis mampu mengerti penyusunan makalah ini dengan baik.
Pola penyajian materi dalam makalah ini disesuaikan dengan beberapa sumber yang penulis dapat sebagai pelengkap pembahasannya. Namun sebagai manusia yang tidak luput dari khilaf dan salah, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran  yang bersifat membangun sangat harapkan sebagai bentuk pembelajaran kepada penulis untuk menyempurnakan makalah ini ke depan.
                        Makassar,  Maret  2013

                                                                                         PENULIS

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini korupsi sudah menjadi masalah yang sangat kompleks di negara kita. Dihampir seluruh lembaga baik itu eksekutif dalam hal ini pemerintah, legislatif yang lebih dikenal dengan istilah wakil rakyat ( DPR atau DPRD ), yudikatif sebagai lembaga penegakan hukum maupun swasta korupsi sudah sering terdengar adanya praktek korupsi. Bahkan praktek korupsi baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan ini dilaksanakan oleh berbagai kalangan mulai dari atasan bahkan sampai bawahan atau mulai dari tingat pemerintah yang peling tertinggi sampai dengan tingkatan pemerintahan yang paling rendah sekalipun.
Berbagai media sering menyiarkan masalah korupsi baik media cetak maupun elektronik, dimana hal ini menggambarkan korupsi sepertinya sudah menjadi hal yang lumrah atau biasa. Upaya-upaya untuk pemberantasan korupsi pun sudah sering dilakukan baik melalui penegakkan aturan, pemberian sanksi bahkan penerbitan aturan-aturan baru yang kesemuanya itu dalam rangka memberatas korupsi namun, sampai saat ini masalah korupsi tetap menjadi hal yang paling sulit di minimalisir apalagi untuk diberantas.
Selama ini Perang sengit yang digenjarkan pasca reformasi belum mampu memberikan kemenangan atas masalah korupsi yang ternyata sudah melilit Indonesia sangat kuat. Perang ini sangat penting dilakukan karena seperti yang dikatakan oleh Kwik Kian Gie pernah mengatakan “KKN is the root of evil”. Korupsi tidak hanya sebatas pada usaha untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain yang mengakibatkan kerugian keuangan Negara. Korupsi menjadi akar masalah moral, etika, mental, tata nilai dan cara berpikir yang melandasi tindak kejahatan manusia.
Dalam UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Di dalam pasal tersebut dijelaskan mengenai beberapa tindakan yang dapat digolongkan sebagai tindak pidana korupsi yaitu:
a.    Kerugian keuangan negara
b.    Suap-menyuap
c.    Penggelapan dalam jabatan
d.    Pemerasan
e.     Perbuatan curang
f.      Benturan kepentingan dalam pengadaan
g.    Gratifikasi
Selain itu dalam UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 juga menjelaskan mengenai beberapa tindakan yang dapat digolongkan sebagai tindak pidana korupsi, yaitu:
a.    Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi
b.    Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar
c.    Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka
d.    Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu
e.    Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu
f.     Saksi yang membuka identitas pelapor.
Masih ada beberapa pasal yang menjelaskan mengenai korupsi, yaitu pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 mengenai tindakan melawan hukum untuk memperkaya diri, Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001tentang penyalahgunaan wewenang, Pasal 5 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang menyuap pegawai negeri, Pasal 7 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang pemborong berbuat curang dan masih banyak pasal lainnya.
Satu hal yang bisa diamati dari undang-undang diatas adalah korupsi berkembang sedemikian rupa sehingga muncul berbagai undang-undang yang mampu menjelaskan mengenai tindak pidana tersebut lebih detail. Dengan munculnya berbagai macam undang-undang tersebut, kita juga dapat menyimpulkan bahwa korupsi masih menjadi permasalahan utama Indonesia, penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi masih belum sempurna dan cara korupsi di Indonesia berkembang sedemikian rupa.
Dalam makalah yang sederhana ini kami sebagai penulis akan membahas mengenai korupsi dalam sistem anggaran di Indonesia. Seperti yang kita ketahui bersama, indeks korupsi di Indonesia masih menempatkan lembaga-lembaga negara berada di peringkat atas lembaga korup di Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belngkang di atas, maka kami merumusakan beberapa rumusan masalah yang mana nantinya akan dibahas dalam bab berikutnya :
1.  Bagamana perkembangan korupsi yang ada di Indonesia ?
2.  Bagaimana korupsi yang menggrogoti sistem anggaran di Indonesia ?
3.  Bagaimana strategi yang dilakukan dalam menanggulangi korupsi diIndonesia ?
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah yang sederhana ini, yaitu diharapkan mampu memberikan gambaran tentang :
1.  Perkembangan korupsi yang ada di Indonesia
2.  Korupsi yang menggrogoti sistem anggaran di Indonesia
3.  Strategi yang dilakukan dalam menanggulangi korupsi diIndonesia

1.4. Manfaat Penulisan
Hasil dari penulisan makalah yang sangat sederhani ini, nantinya diharapkan memberikan manfaat. Dimana manfaat yang diharapkan yaitu sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Kapita Selekta Pemerintahan.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Korupsi
Berbicara tentang korupsi, sudah tidak sedikit pakar yang menjelaskan pengertian dari korupsi itu sendiri.
Baharuddin Lopa salah seorang mantan Ketua Mahkama Agung menyatakan bahwa korupsi merupakan Suatu tindak pidana yang berhubungan dengan perbuatan penyuapan dan manipulasi serta perbuatan-perbuatan lain yang merugikan dan atau dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, merugikan kesejahteraan dan kehidupan rakyat. Sementara menurut Indriarto Seto Adji korupsi adalah suatu tindakan yang tidak melawan hukum tetapi menyalagunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya untuk tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan atau perekonomian negara.
Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi,merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.
Wertheim (dalam Lubis, 1970) : menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi.
Mc Mullan (1961) menyatakan bahwa korupsi adalah ketidak efisienan, ketidak adilan ,rakyat tidak mempercayai pemerintah, memboroskan sumber-sumber negara, tidak mendorong perusahaan untuk berusaha terutama perusahaan asing, ketidak stabilan politik, pembatasan dalam kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif. A.S. Hornby cs (The Advanced Leaner’s Dictionary of Current English, Oxford University Press, London, 1963, hlm. 218) : menerjemahkan kata corruption (korupsi) sebagai “the offering and accepting of bribes” (penawaran/pemberian dan penerimaan suap) disamping diartikan juga sebagai “decay” yaitu kebusukan/kerusakan. The Lexicon Webster Dictionary, 1917, hlm, 229 : Asal kata korupsi berasal dari kata “corruptus” atau “corruptio” yang menurutnya antara lain berarti “moral perversion” (kerusakan moral).
2.2. Landasan Teori Yuridis
Menurut UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan sanksi pidana karena korupsi.
Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.  Kerugian keuangan negara
2.  Suap-menyuap
3.  Penggelapan dalam jabatan
4.  Pemerasan
5.  Perbuatan curang
6.  Benturan kepentingan dalam pengadaan
7.  Gratifikasi
Menurut Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeruk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara.















BAB III
PEMBAHASAN
Pembahasan mengenai sistem anggaran sangat krusial karena menjadi pintu pertama dalam melakukan korupsi. Sistem anggaran akan menjadi suatu hal yang tidak hanya bersifat teknis terkait dengan alokasi dana ke tiap kementerian atau departemen dibawahnya, tetapi juga bersifat politis. Motif-motif politik inilah yang kadang memicu tindakan korupsi.
Sistem anggaran menjadi proses bagi penentuan program atau kebijakan yang akan dilakukan pemerintah selama satu periode. Apabila proses ini tidak dijalankan dengan benar, maka kita akan menyaksikan praktik korupsi elite dari penggunaan angaran negara yang sampai hari ini masih marak dilakukan.
3.1. Perkembangan Korupsi di Indonesia
Berbicara tentang perkembangan korupsi di Indonesia kita tidak boleh kecewa dengan perkembangan yang dicapai oleh Indonesia. Indeks korupsi yang dikeluarkan tahun 2005  Indonesia berada di posisi 137, sedangkan pada tahun 2010 Indonesia berada pada posisi 110 di dunia. Jauh dibelakang jika dibandingkan dengan negara Malaysia yang berada diurutan 56.
Kenaikan 27 peringkat dalam 5 tahun terkahir ini bukan merupakan suatu prestasi bagus bagi Indonesia. Bahkan dalam kurun 5 tahun terkahir indeks prestasi Indonesia mengalami fluktuasi karena terdapat berbagai kasus seperti kriminalisasi ketua KPK, kasus korupsi dalam pemilihan Deputi Gubernur BI pada masa Miranda S Geoltum yang tak kunjung usai.
Korupsi tidak hanya menjangkiti kaum elite saja, epidemi ini sudah mewabah sampai ke kalangan masyarakat bawah. Berdasarkan global corruption barometer pada tahun 2009 menyebutkan bahwa terdapat petty bribery yang dilakukan oleh masyarakat yaitu sekitar 23% - 49%. Pada tahu 2010 petty bribery yang dilakukan oleh masyarakat turun menjadi 6% - 19.9%.
Global corruption barometer 2010, hlm 3 “Experience of petty bribery is widespread and has remained unchanged as compared to 2006. The police is identifed as the most frequent recipient of bribes in the past 12 months. The police also has the biggest increase in bribery incidents over time, according to the general public surveyed. In eight out of nine services assessed, people in lower income brackets are more likely to pay bribes than people in higher income brackets. The reason most often given for paying a bribe is ‘to avoid a problem with the authorities”
Seperti yang dikutip dalam paragraf diatas, masyarakat melakukan korupsi karena terjebak dalam sebuah system yang membuatnya korup. Hal ini sangat berbahaya karena masyarakat memiliki fungsi pengawasan atas kinerja pemerintah. Jika masyarakat sendiri sudah terbiasa dengan korupsi, maka kontrol masyarakat terhadap pemerintah akan menjadi lemah.
Disisi lain DPR sebagai lembaga legislatif dan representasi rakyat Indonesia seakan juga tidak berdaya dengan badai korupsi yang dialami oleh Indonesia. Bahkan lembaga legislasi ini menjadi lembaga paling korup di Indonesia berdasarkan global corruption barometer pada tahun 2010. Barometer tersebut menunjukkan bahwa pengawasan korupsi dalam kinerja pemerintah sangat lemah.
Dibalik kasus-kasus korupsi diatas ada sebuah korupsi yang jauh lebih besar cakupannya. Di dalam buku “Selamatkan Indonesia” karangan Amien Rais dikenal sebuah istilah state capture corruption atau state hijack corruption yang berarti penaklukan sebuah negara oleh korporasi-korporasi besar.
Di dalam buku “confession of economic hitman” karangan John Perkins kita mengenal berbagai cara yang dilakukan korporasi besar untuk menaklukan suatu negara yaitu melalui kekerasan seperti yang terjadi di Irak dan Afganistan dimana George Bush pada waktu itu dijadikan ujung tombak untuk menuruti keinginan korporasi besar dunia dengan berbagai dalihnya melawan teroris atau menciptkan dmeokrasi dunia.
Cara yang kedua dilakukan dengan memberikan tekanan sebagaimana yang dihadapi oleh negara-negara latin seperti Venezuela, Kuba, Meksiko dan Kolumbia. Tekanan yang diberikan berupa embargo maupun serangan politik kenegara tersebut.
Cara yang ketiga adalah penyanderaan ekonomi suatu negara atau yang dikenal sebagai state hijack corruption. Indonesia termasuk dalam golongan ini karena kekuatan ekonomi negara saat ini dikuasai oleh korporasi besar dan negara dibuat tunduk oleh kekuatan tersebut. Korupsi yang dilakukan adalah penyalah gunaan wewenang negara bagi kepentingan korporasi besar tersebut.
Korupsi jenis ini melibatkan kalangan elite politik (white collar corruption) yang sangat merugikan rakyat. Praktik korupsi ini sangat sulit untuk diidentifikasi dan diusut. Sebuah kekuatan besar berada dibaliknya dan memegang kendali atas kebijakan negara yang berdampak pada anggaran negara, program negara dan tujuan Indonesia.
3.2. Korupsi yang menggrogoti sistem anggaran di Indonesia
Pada setiap awal periode tahun, pemerintah kita disibukkan dengan pembuatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau yang dikenal sebagai APBN. Tujuan dari pembuatan APBN adalah untuk mengalokasikan keuangan negara bagi kesejahteraan rakyatnya.
Setiap periode dimulai dari 1 Januari hingga 31 Desember, yang meliputi proses penyusunan, pembahasan dan pengesahan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban. Pemerintah selaku lembaga eksekutif adalah penyusun, pelaksana dan pertangungjawaban APBN, sedangkan proses pembahasan, pengesahan dan penerima pertanggungjawaban dilakukan oleh DPR selaku badan legislatif negara.
Sistem anggaran Indonesia diatur dalam UU No 17 Tahun 2003. Sistem anggaran yang dipakai adalah system anggaran berbasis kinerja. Sebelum diundangkannya undang-undang tersebut Indonesia masih menggunakan sistem anggaran tradisional. Sistem yang digunakan adalah sistem peninggalan Belanda, seperti Indische Comptabiliteitswet yang diterapkan tahun 1864-1867, Reglement  voor  het  Administratief  Beheer pada tahun 1933.
Sistem anggaran diatas masih tradisional karena tidak mempertimbangkan value for money. Selain itu sistem anggaran tradisional tidak memiliki tolak ukur dalam pengukuran kinerjanya.
Dengan menggunakan sistem anggaran berbasis kinerja diharapkan menjadi solusi atas kelemahan dari sistem anggaran tradisional. Dengan menggunakan sistem berbasis kinerja maka penyusunan anggaran akan memperhatikan konsep value money, efektivitas anggaran dan pengawasan atas kinerja output.
Sistem anggaran berbasis kinerja ini akan mendorong pemerintah untuk menggunakan dana secara ekonomis dan terdapat sistem pengawasan melalui penerapan internal cost awareness, audit keuangan, audit kinerja dan evaluasi kinerja eksternal.
Sebagai contoh dan baru saja hangat masih diperbincangkan terkait dengan korupsi anggaran adalah kasus yang melibatkan Susno Duadji. Di dalam keterangan persnya Susno mengatakan bahwa banyak kasus pengadaan barang dan jasa di lingkup Polri yang rawan penyelewengan dana. Kasus-kasus itu antara lain pengadaan Jaringan Komunikasi PJR, pengadaan alat penyadapan, pengadaan kapal, pengadaan pesawat, kasus pengadaan IT, serta pengadaan alat pengendali huru-hara.
Tidak hanya permaslaah polisi saja, korupsi juga menggerogoti sector pendidikan yang seharusnya mencerdaskan bangsa. Pada tahun 2009, KPK melakukan penyelidikan mengenai penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah.
Seperti yang dijelaskan secara singkat diatas, penyusunan APBN tidak hanya semata-mata bersifat teknis saja tetapi juga politis. Terdapat berbagai macam lobi dalam proses penyusunan tersebut yang secara nyata adalah pertarungan perebutan kekuasaan kaum elite.
Dalam  rezim  pemerintahan  yang  sarat  dengan  KKN,  karakteristik  yang  berkaitan  dengan  tujuan untuk melakukan  kontrol  keuangan,  seringkali  dilaksanakan  hanya  sebatas  aspek  administratifnya  saja.  Hal  ini mungkin untuk dilakukan karena ditunjang oleh karakteristik lainnya yaitu sangat berorientasi  pada  input  organisasi.
Dengan  demikian  sistem  anggaran  tidak memberikan  informasi  tentang  kinerja,  sehingga  sangat  sulit  untuk melakukan kontrol kinerja.  Kelemahan  lainnya  terkait  dengan  karakteristik  penetapan  anggaran dengan  pendekatan  incremental,  yaitu menetapkan  rencana  anggaran  dengan cara menaikkan  jumlah  tertentu  pada  jumlah  anggaran  yang  lalu  atau  sedang berjalan.  Melalui  pendekatan  ini,  analisis  yang  mendalam  tentang  tingkat keberhasilan  setiap  program  tidak  dilakukan.
Akibatnya  adalah  tidak  tersedia informasi yang  logis dan rasional  tentang rencana alokasi anggaran  tahun yang  akan  datang.  Siapa  atau  unit  mana  mendapat  berapa  sering  kali  didasarkan pada catatan historis semata dan tidak berorientasi pada tujuan organisasi.
Kelemahan  lainnya  terkait  dengan  penggunaan  “kemampuan menghabiskan anggaran” sebagai indikator keberhasilan. Apa yang sering terjadi dalam  prakteknya  adalah  perilaku  birokrat  yang  selalu  berusaha  untuk menghabiskan  anggaran  tanpa terkait  dengan  hasil  dan  kualitasnya.  Tentu  keadaan ini semakin buruk jika dikaitkan dengan karakter birokrat yang menurut Niskanen cenderung bersifat budget maximizer.
Secara jelas disampaikan bahwa sistem anggaran kinerja yang diterapkan pemerintah saat ini masih memiliki kelemahan walau sudah lebih baik jika dibandingkan dengan sistem anggaran tradisional. Fungsi pengawasan yang digawangi oleh DPR menjadi suatu hal yang vital karena merupakan filter pertama dalam perumusan APBN dan sekaligus pelaksanaannya.
Sayangnya motif-motif politik yang saat membuat proses penyusunan APBN menjadi tidak obyektif telah mengkhianati amanah rakyat. Sekretariat gabungan yang baru saja muncul akhir-akhir ini semakin jelas menandakan terjadinya perebutan kekuasaan semata, bukan perang suci idealism atau perjuangan untuk rakyat Indonesia.
Jika ditelusuri lagi mungkin kita bisa mendapatkan sebuah fakta bahwa budaya korupsi di tanah air Indonesia ini dimotori oleh gembong-gembong korporasi dunia yang menguasai ekonomi Indonesia. Orang-orang yang berada dibalik tirai pemerintahan dan DPR hanyalah boneka untuk melaksanakan kepentingan mereka.
3.3. Strategi yang dilakukan dalam menanggulangi korupsi di Indonesia
Sudah banyak pandangan yang berbicara tentang solusi mengenai masalahan korupsi yang dihadapi oleh Indonesia. Banyak yang mengusulkan untuk mengganti sistem anggaran yang saat ini diterapkan di Indonesia.
Terdapat berbagai konsep sistem anggaran yang dirasa lebih baik dibandingkan dengan sistem anggaran berbasis kinerja saat ini yaitu Zero Base Budgeting (ZBB) dan Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS). Dalam sistem ZBB mencoba melengkapi kelemahan pada sistem anggaran kinerja dengan menghilangkan incerementalism dan line item.
Sedangkan PPBS adalah sebuah sistem yang menekankan pada alokasi sumber daya berdasarkan analsis ekonomi. Konsep anggaran ini juga akan menghilangkan ketergantungan pada incerementalism yang kadang membuat alokasi sumber daya menjadi tidak obyektif.
Kedua konsep diatas memang dapat dikatakan memiliki kelebihan dari sistem anggaran berbasis kinerja. Tetapi apakah penggantian sistem anggaran merupakan solusi jitu terhadap bencana korupsi ini? Menilai implementasi dari sistem anggaran kinerja saat ini, tentu kita mengetahui bahwa konsep ini belum sepenuhnya diimplementasikan dengan baik.
Apabila pemerintah ingin mengubah sistem anggaran yang diterapkan saat ini penulis kira bukan merupakan suatu hal yang bijak. Penerapan sistem anggaran kinerja yang lebih mudah jika dibandingkan dengan ZBB dan PPBS belum sempurna, apalagi ingin menerapkan konsep baru yang lebih kompleks.
Jika kita mengharapkan kinerja DPR berubah total dan semakin progresif dalam menjalankan fungsinya sebagai badan legislatif dan pengawas pemerintah. Penulis kira hal itu hanyalah eutopia belaka. Fenomena politik yang baru saja terjadi menunjukkan bahwa kualitas anggota DPR jauh dari harapan.
Satu-satunya solusi untuk memberantas praktik korupsi di Indonesia adalah memberikan pengawasan yang ketat dan cerdas. Kekuatan yang mampu melawan hegemoni korup ini adalah rakyat sendiri.
Seperti yang disampaikan oleh Revrisond Bawsir (1996) korupsi di Indonesia pada dasarnya berakar pada bertahannya jenis birokrasi patrimonial di negeri ini. Dalam birokrasi ini, dilakukannya korupsi oleh para birokrat memang sulit dihindari. Sebab kendali politik terhadap kekuasaan dan birokrasi memang sangat terbatas. Penyebab lainnya karena sangat kuatnya pengaruh integralisme di dalam filsafat kenegaraan bangsa ini, sehingga cenderung masih mentabukan sikap oposisi. Karakteristik negara kita yang merupakan birokrasi patrimonial dan negara hegemonik tersebut menyebabkan lemahnya fungsi pengawasan, sehingga merebaklah budaya korupsi itu.
Menurut penulis salah satu solusi untuk memberangus masalah korupsi di Indonesia adalah pengawasan oleh masyarakat. Peranan media yang cukup kritis terhadap kebijakan pemerintah turut berkontribusi pada kepekaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah. Selanjutnya yang perlu dilakukan adalah membentuk sebuah wadah atau alur komunikasi antara pemerintah dengan rakyatnya.
Belajar dari revolusi putih Iran yang menumbangkan rezim Syah Reza. Sebuah perubahan dilakukan oleh kekuatan rakyat sendiri. Jika kita membandingkan dengan keadaan Indonesia saat ini, keadaan Iran pada waktu itu tidak jauh berbeda.
 Sektor ekonomi Iran dikuasi oleh korporasi besar sehingga pemerintahannya ibarat boneka kolonial yang tunduk pada penjajahnya. Saat ini di secara halus, Indonesia pun berada pada cengkeraman korporasi besar. Keberhasilan revolusi putih Iran, tidak lepas dari bangkitnya semangat rakyat untuk membenahi tatanan pemerintah yang korup.
Jadi saat ini yang dibutuhkan Indonesia adalah kebangkitan rakyatnya untuk turut aktif dalam pengawasan pemerintah. Banyak sekali lembaga-lembaga independen yang mengawal masalah korupsi di Indonesia. Lembaga tersebutlah yang merupakan wujud dari kebangkitan rakyat sendiri. Kekuatan lembaga-lembaga independen saat ini masih kecil karena belum memiliki massa yang besar. Sebuah massa intelektual yang mempu berpikir secara obyektif dan radikal untuk menghadapi korupsi sistemik ini.
Jika pemerintah meyakini bahwa nilai yang diyakini adalah nilai-nilai demokratis, tentu pemerintah akan membuka jalur komunikasi sinergis yang efektif. Masalah yang dihadapi Indonesia akan segera tertangani. Iran yang kondisinya jauh lebih parah saja bisa terlepas dari jeratan itu, apalagi Indonesia.
Kebangkitan rakyat ini kemudian akan diikuti dengan perubahan-perubahan lainnya. Wakil-wakil rakyat akan dipilih dengan obeyktif dan pemilu bukan pertarungan elite saja.












BAB IV
PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan pada bagian pembahasan di atas, maka kami sebagai penulis dalam makalah ini berkesimpulan bahwa:
1.  Korupsi yang melanda Indonesia saat ini bersifat sistemik. Agenda membarantas korupsi menjadi hal yang sangat krusial karena tidak hanya merugikan negara secara material tetapi sudah menggerogoti mental rakyat Indonesia sendiri.
2.  APBN sebagai alat untuk mensejahterakan rakyat disalahgunakan sebagai alat perebutan kekuasaan kaum elite. Campur tangan asing didalam pemerintahan pun memperburuk kondisi bangsa ini. Hegemoni yang masih korup ini semakin kuat dengan jubah demokrasi semu ini.
3.  Berbagai konsep penyusunan anggaran ZBB maupun PPBS yang diakui lebih baik dari konsep anggaran kinerja yang diterapkan pemerintah saat ini bukan hal yang tepat menurut kami. Saat ini pemerintah belum mampu mengimplementasikan sistem anggaran kinerja secara sempurna.
4.2. SARAN-SARAN
1.  solusi untuk memberantas atau setidaknya meminimalisir praktik korupsi di Indonesia adalah memberikan pengawasan yang ketat dan cerdas. Kekuatan yang mampu melawan hegemoni korup ini adalah rakyat sendiri.
2.  Kesadaran oleh para pemangku kekuasaan agar tidak mengambil yang bukan haknya dengan cara memperkuat kekuatan iman pada diri mereka masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Mardiasmo, MBA, Ak.(2002). Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi: Yogyakarta
Mohammad Amien Rais.(2008). Agenda Mendesak Bangsa, Selamatkan Indonesia. PPSK Press: Yogyakarta
Kartono, Kartini. 1983. Pathologi Sosial. CV. Rajawali Press.
Pularjono. 2002. Himpunan Beranotasi Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia 1960-2001. Redaksi tatanusa.
www. transparancy.org